-->

Macam-macam Pertanyaan Dan Hukum-nya

Sebuah Kenikmatan yang terbesar adalah ketika Allah menjadikan kita sebagai seorang yang beragama islam. Yang tidak ada kebahagian didunia dan diakhirat kecuali dengan memeluk agama islam, agama yang satu-satunya diridhai disisi Allah Subhanahu wa ta'ala Tuhan seluruh alam.
  1. Pertanyaan yang diperintahkan.
Pertanyaan yang diperintahkan bersifat fardhu 'ain, dikatakan fardhu 'ain karena setiap orang mukmin wajib menanyakannya. Pertanyaan yang bersifat fardhu 'ain adalah pertanyaan yang berkenaan dengan urusan Agama yang harus dilakukan. Seperi yang berkaitan dengan Bersuci, Shalat, Puasa Ramadhan, Zakat (bagi yang wajib zakat), Haji (bagi yang mampu melaksanakan), Jual Beli (bagi yang bergelut dalam jual beli), Nikah (bagi yang hendak nikah) dan perkara-perkara lainnya sesuai kebutuhan masing-masing mukallaf (orang-orang yang terbebani kewajiban).
.......
Macam-macam Pertanyaan

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: ''Maka tanyakanlah kepada orang yang mengerti, jika kamu tidak mengetahui''.(QS.An-Nahl : 43)

Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai berikut:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Artinya: ''Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah''.(h.r. Baihaqi)

Fardhu Kifayah.
Artinya tidak semua orang wajib menanyakan, cukup sebagian saja. Namun yang terpenting, ada yang menanyakannya. Karena jika tidak ada yang bertanya maka seluruh kaum Muslimin mendapat dosa. Pertanyaan yang sifatnya fardhu kifayah ini adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendalami permasalahan, misalnya mendalami masalah Fiqih, Hadits, Tafsir dan lainnya.

Pertanyaan yang demikian bukan hanya untuk pengamalan namun juga untuk menjaga kemurnian Agama, mengeluarkan fatwa, mengemban amanah dakwah dan untuk mengajarkan kepada masyarakat atau ummat berbagai masalah yang diperlukan, hingga tidak terperosok kedalam lembah kesesatan.

Firman Allah Subhanahu wa ta'ala :

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya: ''Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya''.(QS.At-Taubah : 122)

Makna senada yang diisyaratkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui hadits : ''Hendaklah orang yang hadir mengajarkan kepada yang tidak hadir''. (Muttafaq 'alaih). Ketika Ibnu Abbas ra ditanya tentang luasnya ilmu yang dimiliki, ia menjawab, ''Saya dikaruniai Allah lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu berzikir''.

Mandub (dianjurkan).
Artinya, seorang muslim dianjurkan untuk menanyakannya. Contoh, menanyakan berbagai malan sunnah atau untuk memperjelas hal-hal seputar sah atau batalnya suatu perbuatan.

2. Pertanyaan yang dilarang
Pertanyaan yang dilarang sama juga dengan Haram. Artinya, orang yang bertanya akan mendapatkan dosa. Pertanyaan yang dilarang misalnya, pertanyaan tentang sesuatu yang sengaja dirahasiakan Allah Subhanahu wa ta'ala, dan sudah ditegaskan bahwa masalah itu urusan Allah Subhanahu wa ta'ala. Misalnya, menanyakan tentang waktu tibanya hari Kiamat, hakikat Ruh, rahasia Qadha dan Qadar dan sebagainya.

Pertanyaan yang bertujuan untuk mengejek.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Ibnu Abbas ra. berkata,''Sekelompok orang bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan maksud mengejek. Salah satu diantara mereka ada yang bertanya, ''Siapa bapakku?'' sementara lainnya yang kehilangan onta bertanya, ''Dimana ontaku?''. Maka turunlah ayat dalam firman Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

Artinya: ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu bertanya kepada Nabimu, hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu''. (QS.Al-Maidah : 101)

Beratanya tentang perihal mukjizat dengan sikap menentang, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Menanyakan sesuatu perihal yang rumit dan hampir tidak bisa dijawab. Iamam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari muawiyah ra., Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang alghuluthath, yaitu perkara-perkara yang sangat rumit. Larangan ini lebih disebabkan karena masalah-masalah tersebut tidak mendatangkan manfaat bagi Agama, bahkan mungkin tidak pernah terjadi.

Dalam sebuah hadits disebutkan, ''Akan datang kepada umatku, suatu kaum yang menanyakan kepada para ulama berbagai permasalahan yang rumit, mereka inilah seburuk-buruk umatku''. (h.r.Thabrani).

Makruh, pertanyaan yang lebih baik ditinggalkan, walaupun ditanyakan ia tidak berdosa.
Pertanyaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan yaitu pertanyaan yang tidak ada manfaatnya untuk dijawab, bahkan bisa jadi akan membuka aib sipenanya. Bertanya tentang sesuatu yang didiamkan syara'. Artinya, tidak ditegaskan akan halal atau haramnya. Namun setelah hukum syari'at sempurna, larangan ini tidak berlaku lagi.

Mubah.
Yaitu pertanyaan-pertanyaan selain yang tercakup dalam jenispertanyaan diatas. Imam Nawawi menukil dari Al-Khathabi dan ulama lainnya ''Kesalahan yang besar bagi umat Islam terhadap umat Islam.... (hadits). hadits ini ditunjukkan untuk orang yang bertanya secara berlebihan dan tidak ada gunanya. Sedangkan orang yang bertanya karena terpaksa maka tidaklah mengapa.

Berlangganan update artikel terbaru via email: