-->

Zakat Rikaz

Wajib mengeluarkan zakat harta Rikaz yang terdiri dari emas dan perak apabila sampai nisabnya dan jumlah zakatnya sebanyak 5% dari jumlah yang diperolehnya. Dan yang 5% ini diserahkan kepada orang yang berhak menerima zakat.

Maka yang 5% dari 20 misqal adalah 4 misqal dan 5% dari 200 dirham adalah 40 dirham dan inilah jumlah zakatnya. Tidak disyaratkan pada zakat rikaz ini haul tetapi zakatnya dikeluarkan setelah ditemukan.

Yang dimaksud dengan Rikaz emas atau perak ialah harta peninggalan orang yang bukan Islam sebelum Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi Nabi dan Rasul atau di masa Nabi atau masa sesudah diangkat Nabi dan Rasul tetapi di dapat disuatu daerah dimana belum sampai dakwah kepada mereka.

Zakat Rikaz

Dan tidak disyaratkan mengetahui dengan pasti bahwa benda adalah peninggalan mereka tetapi cukup hanya melihat tanda-tandanya saja. Umpamanya tercantum nama Raja yang kafir yang memerintah pada masa itu atau nama sesembahan pada masa itu.

Dan kalau peninggalan ini ditemukan ditanah yang belum pernah dimiliki orang atau pada tanah garapan orang atau pada kuburan orang jahiliyah atau dibekas reruntuhan kota dan tempat kediaman mereka maka yang memilikinya adalah yang memperolehnya.

Dan wajib dikeluarkan zakat pada ketika itu juga baik didapat dengan di gali atau karena di landa air bah atau tanah longsor . Dan kalau peninggalan itu ditemui di tanah mesjid  atau di jalan raya dan peninggalan orang Islam dengan adanya tanda misal tulisan ayat Al-Qur'an atau nama Raja Islam atau diketahui pemiliknya, maka ketiga contoh harta itu adalah milik dari pemiliknya maka wajib diberitahukan kepadanya.

Kalau sesudah diumumkan atau diberitahukan belum juga diketahui pemiliknya, dalam ketiga contoh diatas maka harta yang di dapat tadi dinamakan luqathah (hata dapatan) yang insya Allah hukumnya akan diterangkan kemudian.

Harta peninggalan tadi wajb di umumkan kepada orang banyak selama setahun seperti pengumuman barang luqathah yang di temukan di tanah. Apabila sudah sampai setahun boleh bagi yang menemukan memakannya sekalipun pemiliknya belum ditemukan.

Demikian juga kalau tidak diketahui keadaan harta peninggalan itu apakah peninggalan orang kafir atau orang Islam karena tidak ada tanda-tandanya yang jelas, umpamanya peninggalan itu berbentuk emas urai atau pakaian atau perabot rumah tangga yang dipakai oleh orang kafir jahiliyah dan orang Islam maka juga termasuk barang luqathah.

Kalau harta peninggalan itu ditemukan di tanah milik orang maka harta peninggalan itu adalah milik yang memiliki tanah. Dan jika diakui oleh orang yang menemukannya bahwa barang itu adalah miliknya maka harta tadi dapat diambilnya tanpa melalui sumpah.

Dan kalau tidak diakui miliknya maka harta peninggalan itu menjadi milik pemilik tanah yang terdahulu. Demikian sampai kepada pemilik tanah yang pertama maka harta peninggalan itu menjadi milik yang memiliki tanah yang pertama sekalipun ia tidak mengakuinya.

Kalau tanah yang belum dimiliki oleh seseorang kemudian dimiliki oleh seseorang maka apa saja yang ada pada tanah adalah miliknya.termasuk harta peninggalan yang ada di dalam tanah itu. Karena itu kalau tanah itu dijual tidaklah termasuk peninggalan yang ada di dalam tanah.

Kalau ditemukan harta peninggalan di tanah si zaid (nama misal), umpamanya kemudian datang orang lain yang mengakui bahwa harta peninggalan yang di dapat di tanah itu adalah miliknya maka hendaklah dilihat bahwa yang mengakui itu si zaid, maka harta peninggalan itu milik si zaid tetapi kalau itu si said tidak mengakuinya maka  menjadi milik orang yang  dibenarkan oleh si zaid.

Kalau datang dua orang yang mengakuinya yang satu sebagai penjual tanah itu dan yang satu lagi sebagai pembeli tanah itu atau salah seorang sebagai penyewa dan yang satunya sebagai yang menyewakan atau yang satunya sebagai peminjam dan yang satunya lagi sebagai orang yang meminjamkan dan masing-masing pihak mengakui bahwa harta peninggalan itu miliknya.

Dan ia yang menanamnya maka dalam tiga contoh diatas dapat dibenarkan orang yang memiliki tanah itu kalau diperkirakan pada masa penguasanya terhadap tanah itu dimungkinkan  bahwa ia menanamnya sekalipun jarang terjadi.

Kalau bukti yang dikemukakan diatas tidak ada maka pengakuannya tidak dapat dibenarkan. Kalau peselisihan itu terjadi sesudah kembali milik terhadap tanah itu kepada penjual atau kepada yang menyewakan atau kepada yang meminjamkan, kalau masing-masing pihak mengakui bahwa ia yang menanamnya sesudah kembali pemilikan itu keadanya maka ia dapat dibenarkan dengan sumpahnya.

Dan kalau masing-masing pihak mengatakan bahwa ia menanamnya sebelum keluar pemiliknya terhadap tanah itu maka dibenarkan orang yang menyewa dan orang yang meminjam.

Demikian hukum yang berlaku terhadap harta peninggalan atau harta penambangan yang di syariatkan Islam kepada ummatnya, dan sudah wajib di taati kita sebagai ummat Islam dan inilah hukum yang datang dari pencipta alam raya ini beserta isinya memiliki suatu ketentuan dan norma yang berlaku serta satu-satunya hukum yang akan membawa kemaslahatan dunia serta akhirat kelak. 

Berlangganan update artikel terbaru via email: